Latar belakang

Seperti kasus yang menimpa penulis beberapa waktu yang lalu. kontraktor dengan arogan melakukan pengurukan jalan setapak. Arogansi mereka sebenarnya karena di dalangi pemerintah desa yang secara sepihak menarik kesimpulan berdasarkan persepsi bukan fakta . padahal pemerintah desa seharusnya mengetahui bahwa tanah tersebut milik orang lain. Namun mereka justru mengedepankan Asumsi dan Arogansi atau lebih tepat kesewenangan. Berdasarkan apa yang di paparkan Kasi Tramtib yang justru meminta bukti kepemilikan tanah (sertifikat/petok D atau surat2 yang lain) menunjukkan bahwa persepsi mereka tentang kepemilikan tanah hanya berdasarkan Surat2, Padahal Penguasaan Tanah secara Defacto juga sama kuatnya jika tidak ada bukti yang lebih kuat dan tidak dalam persengketaan. Ketika penulis menanyakan siapa yang di rugikan dengan pemasangan Pathok tsb?.. Jawaban Perangkat desa itupun ngawur dan lebih mengedepankan intimidasi daripada intelektualitas.. Tidak seharusnya Seorang Aparat itu buta hukum karena nantinya akan bikin malu dan malu2in.. hehehehe
Penyerobotan Tanah dari Perspektif Pidana
Di dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya (UU No 51 PRP 1960) menyatakan bahwa pemakaian tanah tanpa izin dari yang berhak maupun kuasanya yang sah adalah perbuatan yang dilarang, dan dapat diancam dengan hukuman pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan, atau denda sebanyak-banyaknya Rp 5.000 (lima ribu Rupiah) sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU No 51 PRP 1960.
Adapun tindakan yang dapat dipidana sesuai dengan Pasal 6 UU No 51 PRP 1960 adalah (i) barangsiapa yang memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah, (ii) barangsiapa yang menggangu pihak yang berhak atau kuasanya yang sah di dalam menggunakan suatu bidang tanah, (iii) barangsiapa menyuruh, mengajak, membujuk atau menganjurkan dengan lisan maupun tulisan untuk memakai tanah tanpa izin dari yang berhak atau kuasanya yang sah, atau mengganggu yang berhak atau kuasanya dalam menggunakan suatu bidang tanah, dan (iv) barangsiapa memberi bantuan dengan cara apapun untuk memakai tanah tanpa izin dari yang berhak atau kuasanya yang sah, atau mengganggu pihak yang berhak atau kuasanya dalam menggunakan suatu bidang tanah.
Adapun salah satu contoh kasus terkait dengan tindak pidana Pasal 6 UU No 51 PRP 1960, dapat dilihat dalam putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 09/Pid.C/PN-Kis, tanggal 20 Juni 2002, dalam peristiwa tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang terdakwa (Para Terdakwa) dengan mendirikan bangunan, yang sekiranya akan dijadikan tempat perkumpulan bagi mereka. Namun, ternyata areal tersebut adalah merupakan milik dari sebuah perusahaan. Dalam putusannya, Pengadilan Negeri Kisaran menyatakan Para Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan memakai tanah orang lain dan membangun kantor tanpa izin dari yang berhak.
Pasal-pasal lain yang juga sering dipergunakan dalam tindak pidana penyerobotan tanah adalah Pasal 385 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dengan ancaman pidana paling lama empat tahun, dimana barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menjual, menukarkan atau membebani dengan credietverband suatu hak tanah yang belum bersertifikat, padahal ia tahu bahwa orang lain yang mempunyai hak atau turut mempunyai hak atau turut mempunyai hak atasnya.
link direktori Ma tentang kasus diatas download
Tidak ada komentar:
Posting Komentar