Senin, 12 Agustus 2013

Peraturan Pemerintah NomSanksi Jika PNS Menjadi Pengurus Partai Politikor 37 Tahun 2004 tentang Larangan Pegawai Negeri Sipil Menjadi Anggota Partai Politik (“PP 37/2004”). Di dalam konsiderans menimbang PP 37/2004 disebutkan bahwa pegawai negeri sebagai unsur aparatur negara harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik, tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, dan dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Oleh karena itu, pegawai negeri yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai poiitik harus diberhentikan sebagai pegawai negeri, baik dengan hormat atau tidak dengan hormat.
 
Ketentuan Pasal 2 ayat (1) PP 37/2004 dengan tegas mengatakan:
Pegawai Negeri Sipil dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
 
Jika Pegawai Negeri Sipil (“PNS”) menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik, maka berdasarkan Pasal 2 ayat (2) PP 37/2004 ia diberhentikan sebagai PNS. Menurut Penjelasan Umum PP 37/2004, pemberhentian tersebut dapat dilakukan dengan hormat atau tidak dengan hormat.
 
PNS dapat menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik asalkan ia mengundurkan diri sebagai PNS sebagaimana diatur dalam Pasal 3 PP 37/2004:
(1) Pegawai Negeri Sipil yang akan menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik wajib mengundurkan diri sebagai Pegawai Negeri Sipil.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
(3) Pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berlaku terhitung mulai akhir bulan mengajukan pengunduran diri.
 
Menurut penjelasan Pasal 3 ayat (1) PP 37/2004, sebelum seseorang Pegawai Negeri Sipil menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik yang bersangkutan terlebih dahulu harus mengundurkan diri sebagai Pegawai Negeri Sipil. Artinya, untuk menjamin kenetralan PNS dari pengaruh golongan dan partai politik, PNS mutlak dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
 
Dasar hukum:
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2004 tentang Larangan Pegawai Negeri Sipil Menjadi Anggota Partai Politik
 

 
BACA SELENGKAPNYA »»  

HUKUM MALPRAKTEK DI INDONESIA

 
“Malpraktek adalah, setiap sikap tindak yang salah, kekurangan keterampilan dalam ukuran tingkat yang tidak wajar. Istilah ini umumnya dipergunakan terhadap sikap tindak dari para dokter, pengacara dan akuntan. Kegagalan untuk memberikan pelayanan profesional dan melakukan pada ukuran tingkat keterampilan dan kepandaian yang wajar di dalam masyarakatnya oleh teman sejawat rata-rata dari profesi itu, sehingga mengakibatkan luka, kehilangan atau kerugian pada penerima pelayanan tersebut yang cenderung menaruh kepercayaan terhadap mereka itu. Termasuk di dalamnya setiap sikap tindak profesional yang salah, kekurangan keterampilan yang tidak wajar atau kurang kehati-hatian atau kewajiban hukum, praktek buruk atau ilegal atau sikap immoral.”

Pada peraturan perundang-undangan Indonesia yang sekarang berlaku tidak ditemukan pengertian mengenai malpraktik. Akan tetapi makna atau pengertian malpraktik justru didapati dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b UU No. 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan (“UU Tenaga Kesehatan”) yang telah dinyatakan dihapus oleh UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Oleh karena itu secara perundang-undangan, menurut Dr. H. Syahrul Machmud, S.H., M.H., ketentuan Pasal 11 ayat (1) huruf b UU Tenaga Kesehatan dapat dijadikan acuan makna malpraktik yang mengidentifikasikan malpraktik dengan melalaikan kewajiban, berarti tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan.
 
Pasal 11 ayat (1) huruf b UU Tenaga Kesehatan:
(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Peraturan-peraturan perundang-undangan lain, maka terhadap tenaga kesehatan dapat dilakukan tindakan-tindakan administratip dalam hal sebagai berikut:
a.    melalaikan kewajiban;
b.    melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh seorang tenaga kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya maupun mengingat sumpah sebagai tenaga kesehatan;
c.    mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan;
d.    melanggar sesuatu ketentuan menurut atau berdasarkan undang-undang ini.
 
Jadi, dilihat dari arti istilah malpraktik itu sendiri, malpraktik tidak merujuk hanya kepada suatu profesi tertentu sehingga dalam hal ini kami akan menjelaskan dengan merujuk pada ketentuan beberapa profesi yang ada, misalnya:
1.    Dokter dan dokter gigi sebagaimana diatur dalam UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (“UU Praktik Kedokteran”);
2.    Advokat sebagaimana diatur dalam UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (“UU Advokat”);
3.    Notaris sebagaimana diatur dalam UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (“UU Jabatan Notaris”);
4.    Akuntan publik sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik (“UU Akuntan Publik”).
 
Setiap profesi yang telah kami sebutkan juga memiliki kode etik masing-masing sebagai pedoman dalam menjalankan tugas profesi. Selain peraturan perundang-undangan, kode etik biasanya juga dijadikan dasar bagi organisasi profesi tersebut untuk memeriksa apakah ada pelanggaran dalam pelaksanaan tugas.
 
Untuk profesi akuntan publik, selain kode etik, ditambah pula dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), yaitu acuan yang ditetapkan menjadi ukuran mutu yang wajib dipatuhi oleh Akuntan Publik dalam pemberian jasanya (Pasal 1 angka 11 UU Akuntan Publik). Seperti juga profesi akuntan publik, profesi dokter dan dokter gigi juga memiliki peraturan disiplin profesional yang diatur dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia No. 4 Tahun 2011 tentang Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi.
 
Atas segala ketentuan terkait pedoman profesi-profesi di atas (baik yang ada dalam peraturan perundang-undangan maupun kode etik), terdapat pihak yang akan melakukan pengawasan dan menjatuhkan sanksi atas pelanggaran ketentuan profesi-profesi tersebut. Biasanya terdapat organisasi profesi atau badan khusus yang dibentuk untuk mengawasi profesi tersebut.
 
Untuk profesi advokat, pihak yang melakukan pengawasan dan dapat menjatuhkan sanksi terhadap malpraktik advokat adalah Organisasi Advokat dan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat (Pasal 26 UU Advokat). Sedangkan untuk profesi Notaris dilakukan oleh Majelis Pengawas (Pasal 67 UU Jabatan Notaris), untuk profesi akuntan publik dilakukan oleh Menteri Keuangan (Pasal 53 UU Akuntan Publik), dan untuk profesi dokter serta dokter gigi dilakukan oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (Pasal 1 angka 3 Pedoman Organisasi dan Tatalaksana Kerja Majelis Kehormatan Etika Kedokteran Indonesia).
 
Organisasi profesi atau badan khusus yang dibentuk untuk mengawasi tugas profesi biasanya akan menjatuhkan sanksi administratif kepada anggotanya yang terbukti melanggar kode etik. Selain itu tidak menutup kemungkinan bahwa ia dapat pula dikenakan sanksi pidana apabila terbukti memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang diatur dalam undang-undang masing-masing profesi.
 
Selain itu, klien atau pasien sebagai pengguna jasa juga merupakan konsumen sehingga dalam hal ini berlaku juga ketentuan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UUPK”). Profesi-profesi sebagaimana disebutkan di atas termasuk sebagai pelaku usaha (Pasal 1 angka 3 UUPK), yang berarti ketentuan Pasal 19 ayat (1) UUPK berlaku pada mereka:
 
Pasal 19 ayat (1) UUPK:
“Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.”
 
Jadi, tindakan seperti apa yang termasuk sebagai malpraktik ditentukan oleh organisasi profesi atau badan khusus yang dibentuk untuk mengawasi tugas profesi berdasarkan peraturan perundang-undangan dan kode etik masing-masing profesi. Setiap tindakan yang terbukti sebagai tindakan malpraktik akan dikenakan sanksi.
 
Demikian jawaban dari kami semoga bermanfaat.
 
Dasar hukum:
1.    Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan;
2.    Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan;
3.    Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
4.    Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat;
5.    Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;
6.    Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;
7.    Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik;
8.    Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 tentang Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi;
9.    Pedoman Organisasi dan Tatalaksana Kerja Majelis Kehormatan Etika Kedokteran Indonesia.
 


BACA SELENGKAPNYA »»  

TEKNOLOGI PEMELIHARAAN BANDENG TAMBAK RAKYAT



Petunjuk teknis pemeliharaan bandeng di tambak rakyat ini telah diterapkan di Kampung Laut Kabupaten Cilacap dan pesisir Kabupaten Purworejo yang dilakukan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah. Kegiatan budidaya ini dilakukan untuk memanfaatkan kotoran ayam atau pupuk kandang lainnya untuk penumbuhan klekap sebagai pakan alami bandeng.
Adapun tahapan yang perlu dilaksanakan ialah :
a. Pembuatan Konstruksi Tambak
  • Pematang: harus kuat, tinggi 0,5 m di atas pasang air laut tertinggi, lebar atas sekitar 1 m dan tidak bocor.
  • Dasar tambak: rata, dan agak miring ke arah pintu air.
  • Pintu air: kuat dan tidak bocor, diutamakan petakan tambak yang memiliki pintu pemasukan dan pengeluaran air terpisah.
  • Pembuatan caren keliling atau diagonal/menyilang dengan lebar 2-4 m, dan dalam 50-60 cm.
b. Persiapan Budidaya
1. Pengeringan tanah dasar tambak
  • Perbaikan pematang, saluran, dan pintu saluran keluar masuk tambak.
  • Pembasmian hama dan penyakit dengan pemberian Saponin 50 kg/ha, lalu pengapuran dengan dosis 500 kg/ha untuk meningkatkan pH tanah, sekaligus berfungsi sebagai pengendalian hama dan penyakit.
  • Tanah dasar pelataran diolah dan diratakan, kemudian dikeringkan selama 14 hari (hingga tanah dasar retak-retak sedalam 1 cm).
2. Pemupukan awal
  • Untuk mempercepat pertumbuhan pakan alami, yaitu kelekap, dilakukan pemupukan dengan kotoran ayam sekitar 1 ton/ha. Pupuk tersebut ditebarkan merata pada pelataran tambak.
  • Pemupukan dengan Urea 50 kg/ha dan SP-36 75 kg/ha pada pelataran tambak secara merata.
  • Pengairan tambak macak-macak (sekitar 5 cm), dan dibiarkan selama 1 minggu. Pada saat pengairan tambak, pintu tambak dipasang saringan berupa waring untuk mencegah masuknya predator dan kompetitor dan segera ditutup sebelum air surut agar pupuk tidak hanyut ke luar tambak.
  • Penambahan air secara bertahap, hari ke-1 setinggi 10 cm, hari ke-2 setingggi 20 cm, hari ketiga 30 - 40 cm, dan dibiarkan selama 1 minggu sampai kelekap tumbuh subur.
  • Selanjutnya air ditambah lagi hingga 40 - 50 cm dan tambak siap ditebari benih ikan bandeng.
3. Penebaran Benih Ikan
  • Benih yang ditebar ukuran "lincip" ( 5 cm)
  • Padat penebaran yang digunakan sekitar 10.000 ekor/ha.
  • Penebaran benih dilakukan pada saat suhu rendah
  • Untuk menjaga benih agar tidak stress, perlu perlakuan aklimatisasi terhadap kondisi suhu dan salinitas air tambak. Tahapan pelaksanaannya :
(i) memasukkan kantong berisi benih ikan ke dalam tambak dan biarkan selama 10 - 15 menit, (ii) membuka kantong plastik, dan memasukkan air tambak ke dalamnya sedikit-demi sedikit sampai suhu dan salinitas air dalam kantong plastik sama dengan air tambak, (iii) melepaskan benih perlahan-lahan ke tambak dengan cara mengangkat kantong bagian bawah.
4. Pemeliharaan
i. Pengelolaan air
  • Kedalaman air dipertahankan sekitar 30-40 cm di atas pelataran.
  • Penggantian air dilakukan secara gravitasi (pasang surut air laut).
ii. Pemupukan susulan
  • Pemupukan susulan mulai dilakukan pada saat persediaan dan pertumbuhan kelekap berkurang (sekitar 1 bulan setelah penebaran).
  • Pemupukan dilakukan dengan Urea sekitar 15 kg/ha dan SP-36 10 kg/ha (sekitar 10% dari pupuk awal). Mula-mula air tambak disurutkan hingga sekitar 5 cm di pelataran, selanjutnya pupuk ditebarkan merata di pelataran tambak. Dua hari kemudian air tambak ditambah hingga kedalaman sekitar 40 - 50 cm.
iii. Pakan tambahan
  • Pakan tambahan diberikan pada saat menjelang panen untuk memacu laju pertumbuhan berat.
iv. Pengendalian hama dan penyakit
  • Pengendalian dini dilakukan bersamaan dengan persiapan tambak (pengeringan, pengapuran, dan pemberian saponin). Selain itu pemasangan saringan pada pintu air tambak sangat berguna mencegah masuknya predator atau penyaing ikan bandeng ke dalam tambak.
  • Pengendalian selanjutannya dilakukan dengan monitoring terhadap gangguan ular, kepiting, dan jenis ikan lain sebagai penyaing.
5. Panen
  • Lama pemeliharaan sekitar 4-5 bulan.
  • Tujuan pemeliharaan untuk mendapatkan ikan bandeng konsumsi (4-5 ekor/kg).
  • Panen dilakukan dengan menggunakan alat jaring/waring.
BACA SELENGKAPNYA »»  

Prosedur dan Persyaratan Pemecahan Sertifikat Tanah


 
Pada dasarnya, membeli sebidang tanah di dalam tanah induk tidaklah rumit. Dalam praktiknya, para pihak akan terlebih dahulu membuat kesepakatan, misalnya melalui suatu Perjanjian Pengikatan Jual Beli (“PPJB”). Dalam hal ini, penjual akan memecahkan sebidang tanah di dalam tanah induk. Kemudian, setelah dipecah dan diterbitkan sertifikat tanahnya, maka tanah tersebut akan dijual kepada pihak pembeli melalui AJB di hadapan PPAT. Sebagai informasi, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“PP No. 24/1997”), pemecahan sebidang hak atas tanah yang sudah terdaftar dapat dipecah hanya atas pemintaan pemegang hak yang bersangkutan. Dengan demikian, Anda perlu kembali mempelajari seluruh dokumen-dokumen jual beli tersebut, termasuk kuasa yang diberikan ke pihak ketiga. Pasalnya, kewenangan untuk mengajukan permohonan pemecahan sebidang tanah tersebut ada pada pihak penjual selaku pemegang hak atas tanah.
 
Pada hakikatnya, peralihan hak atas tanah melalui jual beli hanya dapat didaftarkan jika dapat dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga, pada saat sebidang tanah yang dibeli dari tanah induk tersebut sudah dipecahkan dan diterbitkan sertifikatnya, maka Anda dengan pihak penjual dapat menandatangani AJB di hadapan PPAT untuk keperluan pendaftarannya. Berdasarkan Lampiran II Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan (“Perka BPN No. 1/2010”), jangka waktu pemecahan/pemisahan satu bidang tanah milik perorangan adalah 15 (lima belas) hari. Sedangkan, persyaratan dokumen yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
1.     Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau kuasanya di atas materai cukup (yang memuat: identitas diri; luas, letak dan penggunaan tanah yang dimohon; pernyataan tanah tidak dalam sengketa; pernyataan tanah dikuasai secara fisik; alasan pemecahannya);
2.     Surat Kuasa apabila dikuasakan;
3.     Fotocopy identitas pemohon (KTP, KK) dan kuasa apabila dikuasakan, yangtelah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket;
4.     Sertifikat asli;
5.     Izin Perubahan Penggunaan Tanah, apabila terjadi perubahan penggunaan tanah;
6.     Melampirkan bukti SSP/PPh sesuai dengan ketentuan;
7.     Tapak kavling dari Kantor Pertanahan.
 
Demikian jawaban dan penjelasan kami atas pertanyaan Anda. Atas perhatian dan kerja samanya kami ucapkan terima kasih.
 
Dasar hukum:
1.    Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
2.    Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan
BACA SELENGKAPNYA »»  
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...