Kamis, 11 Oktober 2012

YURISPRODENSI

=FOTOKOPI SURAT
Fotokopi surat barulah sah sebagai bukti jika telah dinyatakan sesuai dengan aslinya. 
Karena judex facti mendasarkan keputusannya melulu atas surat-surat bukti yang terdiri dari foto-foto copy yang tidak secara sah dinyatakan sesuai dengan aslinya, sedang terdapat di antaranya yang penting-penting yang secara substansial masih dipertengkarkan oleh kedua pihak, judex facti sebenarnya telah memutuskan perkara ini berdasarkan bukti-bukti yang tidak sah. (Putusan Mahkamah Agung tanggal 14 April 1974 Nomor 701 K/Sip/1974)
=PENGADUAN
Pengaduan kepada polisi untuk menyelamatkan hak tidak melawan hukum.
Pertimbangan Pengadilan Tinggi yang dibenarkan Mahkamah Agung: bahwa tergugat-tergugat/pembanding-pembanding memasukkan pengaduan kepada Polisi untuk menyelamatkan hak mereka tidaklah bertentangan dengan hukum; sedang mengenai penahanan terhadap penggugat-penggugat/terbanding­terbanding hal ini adalah semata-mata wewenang Polisi, yang akibatnya tidak dapat dipikulkan kepada tergugat-tergugat/pembanding-pembanding. (Putusan Mahkamah Agung  tertanggal 30 Desember 1975 Nomor 562 K/Sip/1973, dalam perkara antara: 1. Tjhui Siang Bun alias Hermanto. 2. Aloi lawan 1. Ny. Hui Bin So. 2. Hui Get Sin alias Ali Husin)
=PERTANGGUNGJAWABAN
Kelalaian penggugat mengurangi pertanggungjawaban tergugat.
Pertimbangan Pengadilan Tinggi yang dibenarkan Mahkamah Agung: Kelalaian daripada pengemudi oto penggugat-terbanding sendiri mengurangi pertanggungan jawab tergugat-pembanding akan akibat tabrakan itu, sehingga adalah adil jikalau biaya perbaikan oto milik penggugat-terbanding untuk 1/3 bagian dibebankan kepadanya dan untuk 2/3 bagian kepada tergugat pembanding. (Putusan Mahkamah Agung  tertanggal 27 November 1975 Nomor 199 K/Sip/1973, dalam perkara antara: Haji Nawir lawan Wong Tjun Fong. Susunan Majelis : 1. R. Saldiman Wirjatmo SH. 2. Bustanul Arifin SH. 3. R.Z. Asikin Kusumah Atmadja SH.)
=KERUGIAN MATERIEL
Judex facti tidak dapat begitu saja menentukan bahwa tergugat karena adanya suatu gugatan menderita kerugian karena namanya menjadi kurang baik dalam dunia perdagangan 
Judex fasti telah salah menerapkan hukum karena: Judex facti dengan begitu saja menentukan bahwa tergugat-tergugat dalam kasasi/tergugat-tergugat asal (karena adanya gugatan ini) telah menderita kerugian karena namanya menjadi kurang baik dalam dunia perdagangan tanpa mengadakan pemeriksaan tentang hal ini; judex fasti tidak memeriksa apakah tergugat-tergugat dalam kasasi/tergugat-tergugat asal benar-benar mendenita kerugian materiil, yaitu macetnya usaha dagang mereka, di samping itu berdasarkan hukum, tergugat asal I dan II memang harus bertanggung jawab mengenai apa yang menjadi pokok dan sengkata ini. (Putusan Mahkamah Agung  tertanggal 22 Oktober 1975 Nomor 371 K/Sip/1973, dalam perkara antara: Bank Dagang Negara Iawan 1. P.T. Perusahaan Pelayaran “Abdi Lines”; 2. P.T. Perusahaan Pelayaran Nusantara “Wasesa Line”. Susunan Majelis : 1. R. Saldiman Wirjatmo SH 2. R.Z. Asikin Kusumah Atmadja SH. 3. DH. Lumbanradja SH.)
=pemerintah baru dapat dikatakan melanggar hukum apabila dalam tindakannya tidak cukup anasir-anasir kepentingan Negara atau apabila Pemerintah telah berbuat sewenang-wenang.
Hakim berwenang untuk mempertimbangkan apakah dalam hal ini Pemerintah telah bertindak untuk kepentingan Negera dan apakah dalam hal ini Pemerintah tidak melakukan perbuatan yang melanggar hukum yang merugikan seorang penduduk. Dalam hal ini Pemerintah baru dapat dikatakan melanggar hukum apabila dalam tindakannya itu tiada cukup anasir-anasir kepentingan Negara atau dengan lain perkataan apabila Pemerintah telah berbuat sewenang-wenang. i.c. Mahkamah Agung menganggap bahwa dalam tindakan Pemerintah (dalam hal ini Residen di Bandung) yang bersangkutan yang berupa penguasaan sementara sebuah gedung terdapat cukup anasir-anasir kepentingan Negara. (Putusan Mahkamah Agung  tertanggal 16 Oktober 1952 Nomor 66 K/Sip/1952,  dalam perkara antara: Yap Po Tjan lawan Pemerintah Republik Indonesia. Susunan Majelis: 1. Mr. R. Satochid Kartanegara. 2. Mr. R. Wirjono Prodjodikoro. 3. Mr. R. Subekti)
=Keputusan Presiden tidak pernah dikeluarkan sampai saat ini, sedangkan keputusan itu harus dikeluarkan, sehingga surat perintah Gubernur Kepala Daerah Khusus Jakarta Raya tentang pembongkaran bangunan peng­gugat di atas tanah itu adalah batal dan tidak sah.
Karena penguasaan tanah dan bangunan seperti yang dimaksud dalam surat keputusan Menteri Pertanian dan Agraria tanggal 10 April 1964 Nomor S.K./9/KA/64 pada hakekatnya adalah pencabutan hak, yaitu dalam surat keputusan itu ditegaskan, bahwa wewenang penguasaan itu meliputi pula wewenang untuk mengosong­kan tanah dan bangunan dari para pemakai atau penghuninya serta ongkos-ongkos bangunan yang perlu disingkirkan; maka keputusan Menteri Pertanian dan Agraria tersebut harus dengan segera diikuti dengan keputusan Presiden mengenai di­kabulkan atau ditolaknya permintaan untuk melakukan pencabutan hak itu (pasal 6 ayat 2 Undang-Undang Nomor 20 tahun 1961); sedangkan keputusan Presiden yang dimaksud mengenai hal ini tidak pernah dikeluarkan sampai saat ini, yang mana adalah suatu keharusan/syarat mutlak; sehingga surat perintah Gubernur Kepala Daerah Khusus Jakarta Raya tanggal 29 Maret 1973 Nomor 229/Spb/T/T/1973 tentang pembongkaran bangunan peng­gugat di atas tanah itu adalah batal dan tidak sah. (Putusan Mahkamah Agung :  tgl; 5 – 11 – 1975 Nomor 1631 K/Sip/1974, dalam Perkara  : Soritoan Harahap lawan 1. Yayasan Perumahan Pulo Mas 2. Pemerintah Republik Indonesia, dalam hal ini diwakili oleh Menteri Dalam Negeri cq, Gubernur Kepa!a Daerah Khusus Ibukota Jakarta, qq Walikota Jakarta Ti­mur. Susunan Majelis  :1. D.H. Lumbanradja S.H. 2. Achmad Soelaiman S.H. 3. Indroharto S.H.)
=SIP menjadi batal karena ketentuan SIP dilanggar.
Karena ketentuan S.I.P. dilanggar (rumah sengketa sebagian digunakan untuk tempat tinggal, sedang S.I.P.nya adalah S.I.P. untuk perusahaan) berdasarkan pasal 8 (b) Peraturan D.K.I. Jakarta Nomor 7/1971, S.I.P. itu menjadi batal dan tidak berlaku lagi demi hukum (van rechtswege); Sebagai akibat batalnya dan tidak berlakunya lagi S.I.P. itu demi hukum maka sama sekali tidak ada persoalan hal ganti rugi dan Gubernur DKI Jakarta tidak berhak/berwenang untuk mengambil suatu kebijaksanaan dalam perkara ini, yaitu untuk menetapkan ganti kerugian yang harus dibayar penggugat asal kepada tergugat asal II. (Putusan Mahkamah Agung  tertanggal 6 November 1975 Nomor 1277 K/Sip/1974, dalam Perkara  : 1. Pemerintah Negara R.I. cq. Menteri Dalam Negeri R.I. cq cq. Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta: 2. Oey A Khin lawan Johan Hasan. Susunan Majelis : 1. Dr. R. Santoso Poedjosoebroto S.H. 2. Achmad Soelaiman S.H. 3. Indroharto S.H.)
=yang berwenang menyatakan batal Keputusan Wali Kota Cirebon adalah Gubernur Jawa Barat, sehingga Pengadilan Negeri tidak berkuasa untuk mengadili perkara ini
Pertimbangan Pengadilan Negeri yang dibenarkan Mahkamah Agung: Karena berdasarkan pasal 80 U.U. Nomor 18/1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, keputusan-keputusan Pemerintah Daerah jikalau bertentang­an dengan kepentingan Umum, Undang-Undang, Peraturan Pemerintahan atau Peraturan Daerah yang lebih tinggi tingkatannya, dipertangguhkan atau dibatalkan oleh Kepala Daerah setingkat lebih atas, maka yang berwenang menyatakan batal Keputusan Wali Kota Cirebon termaksud adalah Gubernur Jawa Barat, sehingga Pengadilan Negeri tidak berkuasa untuk mengadili perkara ini. (Putusan Wali Kota termaksud berisi penetapan bangunan yang ditempati penggugat sebagai Toko Pangan Pemerintah Daerah dan penunjukan bangunan lain sebagai tempat tinggalnya; kepada penggugat diperintahkan untuk dalam waktu satu minggu mengosongkan bangunan tersebut dan kepada Kepala Dinas Urusan Perumahan Daerah Kotamadya ditugaskan untuk memberikan Surat Izin Perumahan kepada penggugat untuk bangunan lain termaksud). (Putusan Mahkamah Agung  tertanggal 17 September 1973 Nomor 899 K/Sip/1972, dalam Perkara  : 1. Akhliwaris : Ang Boen Tjan 2. Ang be Tek 3. Walikota Kepala Daerah Cirebon, lawan 1. Lai Miauw Hoa 2. Lai Tien Man.  Susunan Majelis  : 1. Prof. R. Soebekti S.H. 2. Indroharto S.H; 3. Widojati Wiratmo Soekito S.H.)
=tuntutan ganti rugi ditolak karena tidak terbukti ada hubungan kausal antara sakit penggugat dan kekerasan yang dilakukan oleh petugas­-petugas. 
Pertimbangan Pengadilan Tinggi yang dibenarkan Mahkamah Agung: Karena dari surat-surat keterangan dokter tidak terbukti ada causaal verband antara sakitnya adik penggugat dan kekerasan yang dilakukan oleh petugas­-petugas Urusan Perumahan DKI, tuntutan ganti kerugian atas sakitnya adik penggugat tersebut tidak ada dasarnya maka harus ditolak. (Putusan Mahkamah Agung  tertanggal 19 November 1973 Nomor 553 K/Sip/1973, dalam perkara  : Dr. Sahat Maruli Tua Manurung lawan 1. Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, 2. Ny. Siti Sammah Abdul Salim.  Susunan Majelis  : 1. Prof. R. Subekti S.H.; 2. Indroharto S.H. 3. Sri Widojati Wiratmo Soekito S.H.)
=barang yang sudah dijadikan jaminan utang ke bank tidak dapat dikenakan penyitaan jaminan.
Terhadap barang-barang yang sudah dijadikan jaminan hutang ke Bank tidak dapat dikenakan Sita Jaminan (conservatoir beslag). (Putusan Mahkamah Agung  Nomor 394 K/Pdt/1984)
=gugatan perbuatan melawan tidak dapat digabung dengan gugatan wanprestasi. Penggabungan gugatan perbuatan melawan hukum dengan perbuatan ingkar janji tidak dibenarkan dalam tertib beracara dan harus diselesaikan tersendiri pula. (Putusan Mahkamah Agung tertanggal 29 April 1986 No. 1875 K/Pdt/1984)
=berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sekalipun yang bersangkutan beragama Islam.
Karena perkawinan dilangsungkan sebelum Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 berlaku secara Efektif, maka berlaku ketentuan-ketentuan hukum sebelumnya, yang dalam hal ini adalah ketentuan-ketentuan perkawinan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sekalipun yang bersangkutan beragama Islam. (Putusan Mahkamah Agung No. 726 K/Sip/1976 jo. Putusan Pengadilan Negeri Semarang No. 182/1975/Pdt./PT. Smg jo. Putusan Pengadilan Negeri Semarang No. 37/111975/Pdt.Semarang)
=peralihan agama tidak menyebabkan batalnya/gugurnya perkawinan
Menurut hukum, peralihan agama tidak menyebabkan batalnya/gugurnya perkawinan (pasal 72 HOCI). Berdasarkan pasal 66 UU No. 1/1974 jo pasal 47 PP No. 9/1975, pasal 72 HOCI tersebut masih berlaku, karena hal ini belum diatur dalam undang-undang Perkawinan yang baru dan Peraturan Pemerintah. (Putusan Mahkamah Agung No. 1650 K/Sip/1974 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 73/197/PT. Perdata jo. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara-Timur No. 108/73G)
=terikat tali perkawinan tidak dapat kawin lagi sebagaimana diatur dalam pasal 9 Undang-Undang Perkawinan
Keberatan Penuntut Kasasi: “bahwa Pasal 279 KUHP adalah pasal yang berlaku bagi perkawinan monogami, sedang penuntut kasasi tidak terikat dengan perkawinan monogami” tidak dapat diterima, karena penuntut kasasi 1 yang masih terikat tali perkawinan dengan Rubaidah, tidak dapat kawin lagi sebagaimana diatur dalam pasal 9 Undang-undang Perkawinan, kecuali memenuhi pelbagai persyaratan yan diatur dalam pasal 3 ayat 2, pasal 4, dan 5 Undang-undang ini. (Putusan Mahkamah Agung No. 435 K/Kr/1979 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Padang No. 37/1978/PT.Pdg jo. Putusan Pengadilan Negeri Batusangkar No. 18/1978/PN.)
=untuk diindahkannya pengaduan dari suami yang dipermalukan tidak harus terlebih dahulu ada perceraiaan antara dia dan istrinya yang berzina
Meskipun menurut yurisprudensi pasal 184 ayat (1) KUHP berlaku bagi seorang suami yang tidak tunduk pada pasal 27 BW, hal ini tidaklah berarti bahwa untuk diindahkannya pengaduan dari suami yang dipermalukan harus terlebih dahulu ada perceraiaan antara dia dan istrinya yang berzina itu. (Putusan Mahkamah Agung No. 561 K/Pid./1982 jo. Putusan Peradilan Tinggi Semarang No. 166/1981/Pid/PT. Smg
Putusan Pengadilann Negeri Pemalang No. 22/1981 Sumir)
=ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang dianggap bertentangan dengan kemajuan zaman dapat disingkirkan
Sebelum kodifikasi nasional dicapai, Mahkamah Agung berpendapat bahwa ketentuan hukum yang termuat dalam BW harus dimungkinkan melalui putusan-putusan Hakim, apabila kebutuhan masyarakat sungguh-sungguh menghendakinya dengan tidak saja menyingkirkan ketentuan-ketentuan yang dianggapnya bertentangan dengan kemajuan zaman akan tetapi juga menambahkan ketentuan-ketentuan baru di samping ketentuan-ketentuan yang lama. (Putusan Mahkamah Agung No. 500 K/Sip/1971 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Semarang No. 230/1970/Pdt./PT. Smg, jo. Putusan Pengadilan Negeri Magelang No. 18/1970/Perd)
=perceraian dengan alasan “onheelbare teespalt”
Meskipun “onheelbare teespalt” didalam pasal 209 BW tidak tercantum sebagai alasan perceraian, namun dalam keadaan yang mendesak di mana kedua belah pihak tidak dapat diharapkan lagi akan melanjutkan hidup bersama sebagai suami-istri, Undang-undang memungkinkan diputuskannya perkawinan dengan perceraian; dalam hal ini “onheelbare teespalt” merupakan keadaan yang mendesak seperti dimaksud di atas.  (Putusan Mahkamah Agung No. 500 K/Sip/1971 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Semarang No. 230/1970/Pdt./PT. Smg, Putusan Pengadilan Negeri Magelang No. 18/1970/Perd)
=gugatan ditolak karena tidak berhasil membuktikan alasan-alasan gugatan perceraian
Karena penggugat, Ni Wayan Lampias, tidak berhasil membuktikan alasan-alasan gugatan perceraiannya sebagai mana yang ditentukan dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, gugatan harus ditolak. (Putusan Mahkamah Agung No. 1036 K/Sip/1982 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Denpasar No. 255/Pdt/1981/PTD jo. Putusan Pengadilan Negeri Gianyar No. 75/Pts. Pdt/G/1980/PN.Gir)
=perkawinan di antara orang yang berbeda agama.
Pasal 63 (1) a Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa apabila diperlukan campur tangan Pengadilan, maka hal ini merupakan wewenang Pengadilan Agama menolak melaksanakan perkawinan dengan alasan perbedaan agama, akan tetapi alasan tersebut tidak merupakan larangan untuk melangsungkan perkawinan sebagaimana dimaksud Pasal 8 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
- Dengan tidak diaturnya perkawinan antar agama di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan disisi lain merupakan UU produk kolonial yang mengatur hal tersebut, akan tetapi UU ini tidak mungkin dapat dipakai karena perbedaan prinsip dan falsafah. (Putusan MAhkamah Agung N0. 1400 K/Pdt/1986 jo. Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 382/PDT/P/1986/PN.JKS.PST)
=tidak memenuhi janji untuk mengawini merupakan perbuatan melawan hukum.
Tidak memenuhi perjanjian untuk melaksanakan perkawinan merupakan pelanggaran norma kesusilaan dan kepatuhan dalam masyarakat Perbuatan melawan Hukum. Dengan tidak memenuhi janji untuk mengawini, tergugat asal telah melanggar norma kesusilaan dan kepatutan dalam masyarakat.
Tuntutan Ganti Rugi yang diajukan penggugat asal terhadap semua biaya yang telah dikeluarkan selama hidup bersama itu, oleh karena tidak diperjanjikan sebelumnya, maka tuntutan itu harus ditolak. (Putusan Mahkamah Agung No. 3191 K/Pdt/1984)
=pada saat terjadinya perceraian harta bersama dibagi sama rata antara bekas suami-istri.
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama, sehingga pada saat terjadinya perceraian harta bersama tersebut harus dibagi sama rata antara bekas suami-istri. (Putusan Mahkamah Agung No. 1448 K/Sip/1974 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 101/1973/PT. Perdata jo. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 260/71 G)
=istri nusyus (ingkar, atau lari dari suami) tidak kehilangan hak  mendapatkan bagian dari barang gono-gini (harta seharkat)
Menurut hukum adat, meskipun seorang istri nusyus (ingkar, atau lari dari suami) tidaklah hilang haknya untuk mendapatkan bagiannya dari barang-barang gono-gini (harta seharkat) yang diperolehnya semasa perkawinan. (Putusan Mahkamah Agung No. 1476 K/Sip/1982 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Banda Aceh No. 195/1981, jo. Putusan Pengadilan Negeri Lhoksukon No. 23/1981)
=biaya penghidupan, pendidikan dan pemeliharaan anak dibebankan kepada ayah dan ibu masing-masing 50%
Pembagian harta guna kaya antara bekas suami-istri masing-masing 50%; Pemeliharaan anak-anaknya yang belum dewasa diserahkan kepada si ibu; Biaya Penghidupan, pendidikan dan pemeliharaan anak-anak tersebut,  dibebankan kepada ayah dan ibu, masing-masing 50%. (Putusan Mahkamah Agung No. 392 K/Sip/1968)
=pengertian cekcok yang terus-menerus yang tidak dapat didamaikan
Pengertian cekcok yang terus-menerus yang tidak dapat didamaikan (onheelbarre tweespalt) bukanlah ditekankan kepada penyebab cekcok yang harus dibuktikan, akan tetapi melihat dari kenyataannya adalah benar terbukti adanya cekcok yang terus-menerus sehingga tidak dapat didamaikan lagi. (Putusan Mahkamah Agung No. 3180/Pdt./1985 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Sulawesi Tengah di Palu N0. 48/Pdt./1984/PT. Palu,  jo. Putusan Pengadilan Negeri Palu N0. 7/1984/Pdt.G)
=penilaian faktor sosial – ekonomi dalam sewa-menyewa adalah wewenang Kepala Daerah sebagai Penguasa dan harus dianggap sebagai perbuatan kebijaksanaan Penguasa, yang Pengadilan tak berwenang untuk menilainya
Hal perbuatan melanggar hukum oleh Penguasa, harus dinilai dengan Undang-­undang dan Peraturan-peraturan formil yang berlaku dan selain itu dengan ke­patutan dalam masyarakat yang seharusnya dipatuhi oleh Penguasa. Penilaian faktor sosial – ekonomi dalam sewa-menyewa adalah wewenang Kepala Daerah sebagai Penguasa dan harus dianggap sebagai perbuatan kebijaksanaan Penguasa, yang Pengadilan tak berwenang untuk menilainya, kecuali kalau wewenang tersebut dilaksanakan dengan melanggar Undang-undang dan Peraturan­-peraturan formil yang berlaku atau melewati batas kepatutan dalam masyarakat yang harus dipatuhi oleh Penguasa. (Putusan Mahkamah Agung  tertanggal 20  Januari 1971 Nomor 838 K/Sip/1970, dalam perkara antara: 1. Pemerintah Daerah Ibu Kota Jakarta Raya qq Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta qq Kepala Dinas Perumahan D.K.I. Jakarta; 2. Ali Husain Tajibally. Iawan W. Josopandojo. Susunan Majelis : 1. Prof. R. Subekti S.H. 2. Busthanul Arifin S.H. 3. Sri Widojati Wiratmo Soekito S.H.)
=soal kepada siapa Kota Pradja akan memberikan tanah milik Kota Pradja untuk dipakai, adalah masalah pemanfaatan; dan kebijaksanaan Kota Pradja, yang mengenai hal ini Hakim tidak wenang campur tangan.
Soal kepada siapa Kota Pradja akan memberikan tanah milik Kota Pradja untuk dipakai, adalah masalah pemanfaatan; dan kebijaksanaan Kota Pradja, yang mengenai hal ini Hakim tidak wenang campur tangan. (Putusan Mahkamah Agung  tertanggal 18 Mei 1960 Nomor 157 K/Sip/1960, dalam perkara antara: Lebanus Tambunan lawan Anting Batubara dan Wali Kota Pematang Siantar. Susunan Majelis : 1. R. Wirjono Prodjodikoro S.H. 2. R. Subekti S.H. 3. R. Wirjono Kusumo S.H.)
=pembatalan surat izin Perusahaan yang dikeluarkan oleh Gubernur adalah wewenang Peradilan Tata Usaha Negara dan tidaklah tepat bila dilakukan oleh Pengadilan Negeri
Pembatalan surat izin Perusahaan yang dikeluarkan oleh Gubernur adalah wewenang Peradilan Tata Usaha Negara dan tidaklah tepat bila dilakukan oleh Pengadilan Negeri. (Putusan Mahkamah Agung Nomor 232 K/Sip/1968, dalam perkara antara: Said bin Mohamad Baloewel lawan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Raya. Susunan Majelis : 1. Prof. R. Subekti S.H. 2. Indroharto S.H. 3. Sardjono S.H.)
=Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk menilai tindakan Pemerintah Daerah mengenai tanah yang berada di bawah pengawasannya
Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk menilai tindakan Pemerintah Daerah mengenai tanah yang berada di bawah pengawasannya, kecuali kalau dengan tindakan itu Pemerintah Daerah melanggar peraturan hukum yang berlaku atau melampaui batas-batas wewenangnya. (Putusan Mahkamah Agung  tertanggal 4 Maret  1970 Nomor 319 K/Sip/1968, dalam perkara antara: Bok Kromoredjo lawan Djopawiro.  Susunan Majelis : 1. Prof. R. Subekti S.H. 2. Z. Asikin Kusumah Atmadja S.H. 3. D.H. Lumbanradja S.H.)
=gugatan penyewa kios terhadap Wali Kota untuk mendapatkan ruangan Kios dapat diterima.
Pertimbangan Pengadilan Tinggi yang dibenarkan oleh Mahkamah Agung: Seorang penyewa kios dalam pasar lama Pontianak yang berhubung dengan pernbangunan pasar oleh Kota Madya dipindahkan sementara ke tempat penampungan dengan janji akan mendapat prioritas sewa kios bila pasar telah selesai dibangun, yang menggugat Wali Kota untuk mendapatkan ruangan Kios dalam pasar baru tersebut; gugatannya dapat diterima. (i.c. oleh Pengadilan Negeri gugatan dinyatakan tidak dapat diterima karena dianggap bahwa yang digugat adalah masalah beleid/ kebijaksanaan dari pada Pemerintah). (Putusan Mahkamah Agung  tertanggal 12 Desember  1973 Nomor 709 K/Sip/1973, dalam perkara antara: S. Masjhor S.H. lawan Tiono Walikota Kepala Daerah Kotamadya Pontianak. Susunan Majelis : 1. Prof. R. Subekti S.H. 2. Indroharto S.H. 3. D.H. Lumbanradja S.H.)
=Pengadilan Negeri berwenang mengadili tuntutan mengenai pelaksanaan hak perdata pribadi (subjectief privaatrecht) walaupun hak itu bersumber pada peraturan yang bersifat hukum publik. 
Tuntutan mengenai pelaksanaan hak perdata pribadi (subjectief privaatrecht) Pengadilan Negeri wenang mengadilinya, walaupun hak itu bersumber pada peraturan yang bersifat hukum publik. (i.c. Penggugat-penggugat asli menuntut agar mereka sebagai akhli waris dari pada mendiang Oei Ek Khong, disahkan sebagai penyewa untuk selama ini dan seterusnya atas petak toko Nomor 1. milik Kota Pradja Padang). Pemakaian toko yang didasarkan pada izin Kota Pradja Padang berdasarkan “Padangsche Pasar-Verordening”, tidak dapat secara diam-diam menjelma menjadi perjanjian sewa-menyewa keperdataan menurut B.W. (Putusan Mahkamah Agung  tertanggal 14 Mei 1960 Nomor 115 K/Sip/1960, dalam perkara antara: Pemerintah Daerah Kota Padang (Kota Pradja Padang) lawan Jap Soei Nio dkk.  Susunan Majelis : 1. R. Wirjono Prodjodikoro S.H. 2. R. Soekardono S.H. 3. R. Wirjono Kusumo S.H.)
=Dalam hal tanah/rumah erfpacht – verponding sebelum berlakunya Undang­-Undang Pokok Agraria dijual oleh pemiliknya, tetapi belum sampai dibalik atas nama pembeli, maka dengan berlakunya UU Pokok Agraria statusnya menjadi tanah Negara.
Dalam hal tanah/rumah erfpacht – verponding sebelum berlakunya Undang­-Undang Pokok Agraria dijual oleh pemiliknya dengan akte notaris, tetapi belum sampai dibalik atas nama pembeli, berarti penjual telah melepaskan haknya atas Tanah/rumah tersebut; maka dengan berlakunya UU Pokok Agraria statusnya menjadi tanah Negara, sehingga pemberian tanah tersebut sebagai hak pakai oleh Pemerintah kepada tergugat tidak merupakan perbuatan melawan hukum. (Putusan Mahkamah Agung  tertanggal 4 Juli 1974 Nomor 635 K/Sip/1973, dalam perkara antara: 1. Pemerintah Republik Indonesia, diwakili oleh Menteri Dalam Negeri, qq Direktur Jenderal Agraria, qq Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Kepala Inspeksi Agraria D.K.I. Jakarta dan Kepala Pendaftaran dan Pengawasan Pendaftaran Tanah D.K.I.) 2. Kedutaan Besar Amerika Serikat lawan Bebasa Daeng Lab S.H. Susunan Majelis  : 1. Dr. R. Santosa Poedjosoebroto S.H. 2. R.Z. Asikin Kusumah Atmadja S.H. 3. D.H. Lumbanradja S.H.)
=Karena soal penunjukan kios-kios termasuk wewenang Dinas Perusahaan Pasar Kota Madya Medan, perbuatan menyerahkan kios Nomor 354 terperkara kepada tergugat asal III tidak dapat dianggap merupakan perbuatan yang me­langgar hukum.
Karena soal penunjukan kios-kios adalah termasuk wewenang penggugat untuk kasasi I/tergugat asal I (Dinas Perusahaan Pasar Kota Madya Medan), perbuatan penggugat untuk kasasi I tersebut (menyerahkan kios Nomor 354 terperkara kepada tergugat asal III tidak dapat dianggap merupakan perbuatan yang me­langgar hukum. (Putusan Mahkamah Agung  tertanggal 20 April 1976 Nomor 520 K/Sip/1973, dalam perkara antara: Dinas Perusahaan Pasar Kotamadya Medan dkk lawan Sjamsuddin alias Tjok Thiem Song.  Susunan Majelis : 1. D.H. Lumbanradja S.H. 2. Busthanul Arifin S.H. 3. R. Saldiman Wirjatmo S.H.)
=Karena pembatalan SIP oleh Kepala KUP dilakukan berdasarkan wewenang yang diberikan kepadanya oleh Peraturan pemerintah Nomor 49 tahun 1963, tidak­Iah terbukti bahwa tergugat telah melakukan perbuatan yang melawan hukum
Karena pembatalan S.I.P. oleh tergugat II (Kepala K.U.P.) dilakukan berdasarkan wewenang yang diberikan kepadanya oleh P.P. Nomor 49 tahun 1963, tidak­Iah terbukti bahwa tergugat telah melakukan perbuatan yang melawan hukum. (Putusan Mahkamah Agung  tertanggal 9 November 1976 Nomor 1477 K/Sip/1975, dalam perkara antara: Eddy Hans lawan 1. Walikota Kepala Daerah Kotamadya Surabaya, 2. Kepala Kantor Urusan Perumahan Surabaya, 3. Mohamad bin Oemar bin Moh. Badrahim Balmeid. Susunan Majelis : 1. R. Saldiman Wirjatmo SH. 2. Hendrotomo SH. 3. Sri Widojati Wiratmo Soekito SH.)
=mencabut kembali surat keputusan yang keliru adalah sah dan tidak melawan hukum.
Surat keputusan Kepala Kantor Urusan Agama Propinsi yang mencabut kembali surat keputusan yang keliru tentang pengangkatan penggugat sebagai pegawai P.3. N.T.R. adalah sah dan tidak melawan hukum. (Putusan Mahkamah Agung  tertanggal 27 Januari 1976 Nomor 643 K/Sip/1973, dalam perkara antara: Haji Ali Baderun bin Abdullah lawan Pemerintah Republik Indonesia qq. Perwakilan Departemen Agama qq. Jawatan Utusan Agama Propinsi Kalimantan Selatan/Pimpinannya Sumbono alias Solichun.  Susunan Majelis : 1. R. Saldiman Wirjatmo SH. 2. Sri Widojati Wiratmo Soekito SH. 3. R.Z. Asikin Kusumah Atmadja SH.)
=putusan Wali Kota Kodya yang didasarkan atas suatu protes yang tidak berdasar
Pertimbangan Pengadilan Tinggi yang dibenarkan Mahkamah Agung: Perbuatan Wali Kota Kodya Bandung yang menjatuhkan putusan dalam taraf banding yang didasarkan atas suatu protes yang tidak berdasar, adalah bertentangan dengan hukum maka adalah tidak sah. (putusan tersebut berisi pembatalan SIM; putusan dijatuhkan atas protes yang diajukan oleh orang yang bukan pemilik dari rumah yang bersangkutan). (Putusan Mahkamah Agung  tertanggal 19 Agustus 1975 Nomor 312 K/Sip/1974, dalam perkara antara: M. Achsan lawan M. Balnadi Sutadipura dan 1. Walikota Kepala Daerah Kotamadya Bandung, dalam kedudukannya selaku Kepala Daerah Kotamadya Bandung di Bandung; dkk.  Susunan Majelis  :1. D.H. Lumbanradja S.H. 2. R. Saldiman Wirjatmo S.H. 3. Indroharto S.H.)
=pencabutan sertifikat hak milik berdasarkan putusan pengadilan yang belum berkekuatan hukum tetap adalah batal demi hukum.
Keputusan Direktur Jenderal Agraria yang berisi pencabutan sertifikat hak milik berdasarkan suatu keputusan pengadilan yang belum mempunyai kekuatan pasti dan tidak mempunyai kekuatan eksekutorial, adalah batal demi hukum. Mahkamah Agung berwenang mempertimbangkan hal ini, karena untuk menilai sah tidaknya keputusan Direktur Jenderal Agraria tersebut harus dinilai Iebih dulu keputusan Pengadilan ini. (Putusan Mahkamah Agung  tertanggal 20 Oktober 1976 Nomor 1080 K/Sip/1973, dalam Perkara  Ny. Masropah lawan Amin Widjaya dan Negara Republik Indonesia, qq Pemerintah R.I. qq. Menteri Dalam Negeri, qq Direktur Jenderal Agraria.  Susunan Majelis : 1. BRM. Hanindyopoetro Sosropranoto SH. 2. R.Z. Asikin Kusumah Atmadja SH. 3. Palti Radja Siregar SH.)
=pengetahuan saksi yang hanya didengarnya dari orang lain tidak merupakan alat  pembuktian yang sah
Pengetahuan saksi-saksi yang hanya didengarnya dari orang lain tidak perlu dipertimbangkan oleh Pengadilan, sehingga keterangan-keterangan seperti itu tidak merupakan alat  pembuktian yang sah. (Nomor 803 K/Sip/1970 tertanggal 5 Mei 1971)
=Akta Jual Beli di bawah tangan yang disangkal oleh pihak lawan
Akta Jual Beli di bawah tangan yang disangkal oleh pihak lawan dan tidak dikuatkan dengan alat bukti lainnya, harus dianggap sebagai alat bukti yang lemah. (No. 775 K/Sip/1971 tanggal 6 Oktober 1971 tanggal 6 Oktober 1971)
=Pengadilan Tinggi terlalu formalistis dalam memutus
PT telah berlaku terlalu formil dengan menyatakan gugatan tidak dapat diterima, hanya karena Penggugat minta supaya tanah terperkara disahkan menjadi “miliknya” sedangkan Penggugat mendasarkan gugatannya pada Hak Guna Usaha. Karena walaupun petitum menyebut milik, tetapi yang dimaksud adalah tanah dalam Hak Guna Usaha. (Putusan Mahkamah Agung  No.1360 K/Sip/P…)
=putusan juga berlaku terhadap seseorang yang kemudian mendapat hak dari pihak yang kalah
Suatu putusan Pengadilan Negeri tidak hanya ada kekuatan terhadap pihak yang kalah, melainkan juga terhadap seorang yang kemudian mendapat hak dari pihak yang kalah tadi (Rechtverkrijgende). (Putusan Mahkamah Agung   No. 212 K/Sip/1953 tanggal 9 Nopember 1955)
=pihak yang digugat dalam gugatan 
Gugatan cukup ditujukan kepada yang secara feitelijk menguasai barang-barang sengketa. (Putusan Mahkamah Agung  No.1072 K/Sip/1982)
=pihak yang digugat dalam kasus  tuntutan pengembalian barang warisan
Tuntutan Pengembalian barang warisan dari tangan pihak ketiga kepada para ahli waris yang berhak tidak perlu diajukan oleh semua ahli waris. (Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 224 K/Sip/1959 tertanggal 5 Januari 1959 juncto Nomor 439 K/Sip/1968 tertanggal 8 Januari 1969 juncto Nomor 182 K/Sip/1970 tanggal 10 Maret 1971)
=gugatan dalam kasus melawan hukum menduduki tanah warisan
Tuntutan yang diajukan oleh sebagian ahli waris terhadap seseorang yang dengan melawan hukum menduduki tanah warisan, tidak dapat ditahan oleh ahli waris lainnya. (Putusan Mahkamah Agung RI No. 161 K/Sip/1959 tanggal 20 Juni 1959)
=penguasaan saja terhadap tanah sengketa
Penguasaan saja terhadap tanah sengketa tanpa bukti adanya alas Hak (Rechts Titel) dari penguasaan itu belumlah membuktikan bahwa yang bersangkutan adalah pemilik tanah tersebut. (Putusan Mahkamah Agung Nomor 10 K/Sip/1983 tertanggal 7 Mei 1984.
=lewatnya waktu dalam hukum adat
Dalam Hukum Adat dengan lewatnya waktu saja Hak Milik Adat Tanah tidak hapus. (Putusan Mahkamah Agung Nomor 916 K/Sip/1973 tanggal 19 Desember 1972)
=kesalahan formal mengenai  pihak yang harus digugat
 Gugatan dinyatakan tidak dapat diterima karena terdapat kesalahan formil mengenai  pihak yang harus digugat  sehingga gugatannya tidak sempurna /tidak lengkap. (Putusan Mahkamah Agung Nomor  1424  K/Sip/1975  tanggal  8  Juni  1976)
=Gugatan yang tidak lengkap
Gugatan yang tidak lengkap harus dinyatakan tidak dapat diterima. (Putusan Mahkamah Agung Nomor  378  K/Pdt/1985  tertanggal  11  Maret  1986  dan Putusan Pengadilan Tinggi  Bandung No.  167/1970/Perd/PTB tertanggal  27 Oktober …)
=Kuasa mutlak
Suatu Perjanjian yang menyangkut tanah dan Kuasa Mutlak adalah suatu hal yang tidak diperbolehkan dalam kegiatan transaksi Jual  Beli  tanah yang sifatnya tunai,  karena bertentangan dengan Instruksi  Menteri  Dalam  Negeri  No.  14  Tahun  1982  Tentang  Larangan Pemberian Kuasa Mutlak Untuk Menjual. (Putusan Mahkamah  Agung  R.I  No.  1991 K/Pdt/1994 tertanggal 20 Mei 1996)

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...