=FOTOKOPI SURAT
Fotokopi surat barulah sah sebagai bukti jika telah dinyatakan sesuai dengan aslinya.
Karena judex facti
mendasarkan keputusannya melulu atas surat-surat bukti yang terdiri dari
foto-foto copy yang tidak secara sah dinyatakan sesuai dengan aslinya,
sedang terdapat di antaranya yang penting-penting yang secara
substansial masih dipertengkarkan oleh kedua pihak, judex facti
sebenarnya telah memutuskan perkara ini berdasarkan bukti-bukti yang
tidak sah. (Putusan Mahkamah Agung tanggal 14 April 1974 Nomor 701
K/Sip/1974)
=PENGADUAN
Pengaduan kepada polisi untuk menyelamatkan hak tidak melawan hukum.
Pertimbangan Pengadilan Tinggi yang
dibenarkan Mahkamah Agung: bahwa tergugat-tergugat/pembanding-pembanding
memasukkan pengaduan kepada Polisi untuk menyelamatkan hak mereka
tidaklah bertentangan dengan hukum; sedang mengenai penahanan terhadap
penggugat-penggugat/terbandingterbanding hal ini adalah semata-mata
wewenang Polisi, yang akibatnya tidak dapat dipikulkan kepada
tergugat-tergugat/pembanding-pembanding. (Putusan Mahkamah Agung
tertanggal 30 Desember 1975 Nomor 562 K/Sip/1973, dalam perkara antara:
1. Tjhui Siang Bun alias Hermanto. 2. Aloi lawan 1. Ny. Hui Bin So. 2.
Hui Get Sin alias Ali Husin)
=PERTANGGUNGJAWABAN
Kelalaian penggugat mengurangi pertanggungjawaban tergugat.
Pertimbangan Pengadilan Tinggi yang
dibenarkan Mahkamah Agung: Kelalaian daripada pengemudi oto
penggugat-terbanding sendiri mengurangi pertanggungan jawab
tergugat-pembanding akan akibat tabrakan itu, sehingga adalah adil
jikalau biaya perbaikan oto milik penggugat-terbanding untuk 1/3 bagian
dibebankan kepadanya dan untuk 2/3 bagian kepada tergugat pembanding.
(Putusan Mahkamah Agung tertanggal 27 November 1975 Nomor 199
K/Sip/1973, dalam perkara antara: Haji Nawir lawan Wong Tjun
Fong. Susunan Majelis : 1. R. Saldiman Wirjatmo SH. 2. Bustanul Arifin
SH. 3. R.Z. Asikin Kusumah Atmadja SH.)
=KERUGIAN MATERIEL
Judex facti tidak dapat begitu
saja menentukan bahwa tergugat karena adanya suatu gugatan menderita
kerugian karena namanya menjadi kurang baik dalam dunia perdagangan
Judex fasti telah salah menerapkan hukum
karena: Judex facti dengan begitu saja menentukan bahwa
tergugat-tergugat dalam kasasi/tergugat-tergugat asal (karena adanya
gugatan ini) telah menderita kerugian karena namanya menjadi kurang baik
dalam dunia perdagangan tanpa mengadakan pemeriksaan tentang hal ini;
judex fasti tidak memeriksa apakah tergugat-tergugat dalam
kasasi/tergugat-tergugat asal benar-benar mendenita kerugian materiil,
yaitu macetnya usaha dagang mereka, di samping itu berdasarkan hukum,
tergugat asal I dan II memang harus bertanggung jawab mengenai apa yang
menjadi pokok dan sengkata ini. (Putusan Mahkamah Agung tertanggal 22
Oktober 1975 Nomor 371 K/Sip/1973, dalam perkara antara: Bank Dagang
Negara Iawan 1. P.T. Perusahaan Pelayaran “Abdi Lines”; 2. P.T.
Perusahaan Pelayaran Nusantara “Wasesa Line”. Susunan Majelis : 1. R.
Saldiman Wirjatmo SH 2. R.Z. Asikin Kusumah Atmadja SH. 3. DH.
Lumbanradja SH.)
=pemerintah baru dapat dikatakan
melanggar hukum apabila dalam tindakannya tidak cukup anasir-anasir
kepentingan Negara atau apabila Pemerintah telah berbuat sewenang-wenang.
Hakim berwenang untuk mempertimbangkan
apakah dalam hal ini Pemerintah telah bertindak untuk kepentingan Negera
dan apakah dalam hal ini Pemerintah tidak melakukan perbuatan yang
melanggar hukum yang merugikan seorang penduduk. Dalam hal ini
Pemerintah baru dapat dikatakan melanggar hukum apabila dalam
tindakannya itu tiada cukup anasir-anasir kepentingan Negara atau dengan
lain perkataan apabila Pemerintah telah berbuat sewenang-wenang. i.c.
Mahkamah Agung menganggap bahwa dalam tindakan Pemerintah (dalam hal ini
Residen di Bandung) yang bersangkutan yang berupa penguasaan sementara
sebuah gedung terdapat cukup anasir-anasir kepentingan Negara. (Putusan
Mahkamah Agung tertanggal 16 Oktober 1952 Nomor 66 K/Sip/1952, dalam
perkara antara: Yap Po Tjan lawan Pemerintah Republik Indonesia. Susunan
Majelis: 1. Mr. R. Satochid Kartanegara. 2. Mr. R. Wirjono
Prodjodikoro. 3. Mr. R. Subekti)
=Keputusan Presiden tidak pernah
dikeluarkan sampai saat ini, sedangkan keputusan itu harus dikeluarkan,
sehingga surat perintah Gubernur Kepala Daerah Khusus Jakarta Raya
tentang pembongkaran bangunan penggugat di atas tanah itu adalah batal
dan tidak sah.
Karena penguasaan tanah dan bangunan
seperti yang dimaksud dalam surat keputusan Menteri Pertanian dan
Agraria tanggal 10 April 1964 Nomor S.K./9/KA/64 pada hakekatnya adalah
pencabutan hak, yaitu dalam surat keputusan itu ditegaskan, bahwa
wewenang penguasaan itu meliputi pula wewenang untuk mengosongkan tanah
dan bangunan dari para pemakai atau penghuninya serta ongkos-ongkos
bangunan yang perlu disingkirkan; maka keputusan Menteri Pertanian dan
Agraria tersebut harus dengan segera diikuti dengan keputusan Presiden
mengenai dikabulkan atau ditolaknya permintaan untuk melakukan
pencabutan hak itu (pasal 6 ayat 2 Undang-Undang Nomor 20 tahun 1961);
sedangkan keputusan Presiden yang dimaksud mengenai hal ini tidak pernah
dikeluarkan sampai saat ini, yang mana adalah suatu keharusan/syarat
mutlak; sehingga surat perintah Gubernur Kepala Daerah Khusus Jakarta
Raya tanggal 29 Maret 1973 Nomor 229/Spb/T/T/1973 tentang pembongkaran
bangunan penggugat di atas tanah itu adalah batal dan tidak sah.
(Putusan Mahkamah Agung : tgl; 5 – 11 – 1975 Nomor 1631 K/Sip/1974,
dalam Perkara : Soritoan Harahap lawan 1. Yayasan Perumahan Pulo Mas 2.
Pemerintah Republik Indonesia, dalam hal ini diwakili oleh Menteri
Dalam Negeri cq, Gubernur Kepa!a Daerah Khusus Ibukota Jakarta, qq
Walikota Jakarta Timur. Susunan Majelis :1. D.H. Lumbanradja S.H. 2.
Achmad Soelaiman S.H. 3. Indroharto S.H.)
=SIP menjadi batal karena ketentuan SIP dilanggar.
Karena ketentuan S.I.P. dilanggar (rumah
sengketa sebagian digunakan untuk tempat tinggal, sedang S.I.P.nya
adalah S.I.P. untuk perusahaan) berdasarkan pasal 8 (b) Peraturan D.K.I.
Jakarta Nomor 7/1971, S.I.P. itu menjadi batal dan tidak berlaku lagi
demi hukum (van rechtswege); Sebagai akibat batalnya dan tidak
berlakunya lagi S.I.P. itu demi hukum maka sama sekali tidak ada
persoalan hal ganti rugi dan Gubernur DKI Jakarta tidak berhak/berwenang
untuk mengambil suatu kebijaksanaan dalam perkara ini, yaitu untuk
menetapkan ganti kerugian yang harus dibayar penggugat asal kepada
tergugat asal II. (Putusan Mahkamah Agung tertanggal 6 November 1975
Nomor 1277 K/Sip/1974, dalam Perkara : 1. Pemerintah Negara R.I. cq.
Menteri Dalam Negeri R.I. cq cq. Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota
Jakarta: 2. Oey A Khin lawan Johan Hasan. Susunan Majelis : 1. Dr. R.
Santoso Poedjosoebroto S.H. 2. Achmad Soelaiman S.H. 3. Indroharto S.H.)
=yang berwenang menyatakan batal
Keputusan Wali Kota Cirebon adalah Gubernur Jawa Barat, sehingga
Pengadilan Negeri tidak berkuasa untuk mengadili perkara ini
Pertimbangan Pengadilan Negeri yang
dibenarkan Mahkamah Agung: Karena berdasarkan pasal 80 U.U. Nomor
18/1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, keputusan-keputusan
Pemerintah Daerah jikalau bertentangan dengan kepentingan Umum,
Undang-Undang, Peraturan Pemerintahan atau Peraturan Daerah yang lebih
tinggi tingkatannya, dipertangguhkan atau dibatalkan oleh Kepala Daerah
setingkat lebih atas, maka yang berwenang menyatakan batal Keputusan
Wali Kota Cirebon termaksud adalah Gubernur Jawa Barat, sehingga
Pengadilan Negeri tidak berkuasa untuk mengadili perkara ini. (Putusan
Wali Kota termaksud berisi penetapan bangunan yang ditempati penggugat
sebagai Toko Pangan Pemerintah Daerah dan penunjukan bangunan lain
sebagai tempat tinggalnya; kepada penggugat diperintahkan untuk dalam
waktu satu minggu mengosongkan bangunan tersebut dan kepada Kepala Dinas
Urusan Perumahan Daerah Kotamadya ditugaskan untuk memberikan Surat
Izin Perumahan kepada penggugat untuk bangunan lain termaksud). (Putusan
Mahkamah Agung tertanggal 17 September 1973 Nomor 899 K/Sip/1972,
dalam Perkara : 1. Akhliwaris : Ang Boen Tjan 2. Ang be Tek 3. Walikota
Kepala Daerah Cirebon, lawan 1. Lai Miauw Hoa 2. Lai Tien Man. Susunan
Majelis : 1. Prof. R. Soebekti S.H. 2. Indroharto S.H; 3. Widojati
Wiratmo Soekito S.H.)
=tuntutan ganti rugi ditolak
karena tidak terbukti ada hubungan kausal antara sakit penggugat dan
kekerasan yang dilakukan oleh petugas-petugas.
Pertimbangan Pengadilan Tinggi yang
dibenarkan Mahkamah Agung: Karena dari surat-surat keterangan dokter
tidak terbukti ada causaal verband antara sakitnya adik penggugat dan
kekerasan yang dilakukan oleh petugas-petugas Urusan Perumahan DKI,
tuntutan ganti kerugian atas sakitnya adik penggugat tersebut tidak ada
dasarnya maka harus ditolak. (Putusan Mahkamah Agung tertanggal 19
November 1973 Nomor 553 K/Sip/1973, dalam perkara : Dr. Sahat Maruli
Tua Manurung lawan 1. Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, 2.
Ny. Siti Sammah Abdul Salim. Susunan Majelis : 1. Prof. R. Subekti
S.H.; 2. Indroharto S.H. 3. Sri Widojati Wiratmo Soekito S.H.)
=barang yang sudah dijadikan jaminan utang ke bank tidak dapat dikenakan penyitaan jaminan.
Terhadap barang-barang yang sudah
dijadikan jaminan hutang ke Bank tidak dapat dikenakan Sita Jaminan
(conservatoir beslag). (Putusan Mahkamah Agung Nomor 394 K/Pdt/1984)
=gugatan perbuatan melawan tidak dapat digabung dengan gugatan wanprestasi. Penggabungan
gugatan perbuatan melawan hukum dengan perbuatan ingkar janji tidak
dibenarkan dalam tertib beracara dan harus diselesaikan tersendiri pula.
(Putusan Mahkamah Agung tertanggal 29 April 1986 No. 1875 K/Pdt/1984)
=berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sekalipun yang bersangkutan beragama Islam.
Karena perkawinan dilangsungkan sebelum
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 berlaku secara Efektif, maka berlaku
ketentuan-ketentuan hukum sebelumnya, yang dalam hal ini adalah
ketentuan-ketentuan perkawinan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
sekalipun yang bersangkutan beragama Islam. (Putusan Mahkamah Agung No.
726 K/Sip/1976 jo. Putusan Pengadilan Negeri Semarang No.
182/1975/Pdt./PT. Smg jo. Putusan Pengadilan Negeri Semarang No.
37/111975/Pdt.Semarang)
=peralihan agama tidak menyebabkan batalnya/gugurnya perkawinan
Menurut hukum, peralihan agama tidak
menyebabkan batalnya/gugurnya perkawinan (pasal 72 HOCI). Berdasarkan
pasal 66 UU No. 1/1974 jo pasal 47 PP No. 9/1975, pasal 72 HOCI tersebut
masih berlaku, karena hal ini belum diatur dalam undang-undang
Perkawinan yang baru dan Peraturan Pemerintah. (Putusan Mahkamah Agung
No. 1650 K/Sip/1974 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 73/197/PT.
Perdata jo. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara-Timur No. 108/73G)
=terikat tali perkawinan tidak dapat kawin lagi sebagaimana diatur dalam pasal 9 Undang-Undang Perkawinan
Keberatan Penuntut Kasasi: “bahwa Pasal
279 KUHP adalah pasal yang berlaku bagi perkawinan monogami, sedang
penuntut kasasi tidak terikat dengan perkawinan monogami” tidak dapat
diterima, karena penuntut kasasi 1 yang masih terikat tali perkawinan
dengan Rubaidah, tidak dapat kawin lagi sebagaimana diatur dalam pasal 9
Undang-undang Perkawinan, kecuali memenuhi pelbagai persyaratan yan
diatur dalam pasal 3 ayat 2, pasal 4, dan 5 Undang-undang ini. (Putusan
Mahkamah Agung No. 435 K/Kr/1979 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Padang
No. 37/1978/PT.Pdg jo. Putusan Pengadilan Negeri Batusangkar No.
18/1978/PN.)
=untuk diindahkannya pengaduan
dari suami yang dipermalukan tidak harus terlebih dahulu ada perceraiaan
antara dia dan istrinya yang berzina
Meskipun menurut yurisprudensi pasal 184
ayat (1) KUHP berlaku bagi seorang suami yang tidak tunduk pada pasal
27 BW, hal ini tidaklah berarti bahwa untuk diindahkannya pengaduan dari
suami yang dipermalukan harus terlebih dahulu ada perceraiaan antara
dia dan istrinya yang berzina itu. (Putusan Mahkamah Agung No. 561
K/Pid./1982 jo. Putusan Peradilan Tinggi Semarang No. 166/1981/Pid/PT.
Smg
Putusan Pengadilann Negeri Pemalang No. 22/1981 Sumir)
Putusan Pengadilann Negeri Pemalang No. 22/1981 Sumir)
=ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang dianggap bertentangan dengan kemajuan zaman dapat disingkirkan
Sebelum kodifikasi nasional dicapai,
Mahkamah Agung berpendapat bahwa ketentuan hukum yang termuat dalam BW
harus dimungkinkan melalui putusan-putusan Hakim, apabila kebutuhan
masyarakat sungguh-sungguh menghendakinya dengan tidak saja
menyingkirkan ketentuan-ketentuan yang dianggapnya bertentangan dengan
kemajuan zaman akan tetapi juga menambahkan ketentuan-ketentuan baru di
samping ketentuan-ketentuan yang lama. (Putusan Mahkamah Agung No. 500
K/Sip/1971 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Semarang No. 230/1970/Pdt./PT.
Smg, jo. Putusan Pengadilan Negeri Magelang No. 18/1970/Perd)
=perceraian dengan alasan “onheelbare teespalt”
Meskipun “onheelbare teespalt” didalam
pasal 209 BW tidak tercantum sebagai alasan perceraian, namun dalam
keadaan yang mendesak di mana kedua belah pihak tidak dapat diharapkan
lagi akan melanjutkan hidup bersama sebagai suami-istri, Undang-undang
memungkinkan diputuskannya perkawinan dengan perceraian; dalam hal ini
“onheelbare teespalt” merupakan keadaan yang mendesak seperti dimaksud
di atas. (Putusan Mahkamah Agung No. 500 K/Sip/1971 jo. Putusan
Pengadilan Tinggi Semarang No. 230/1970/Pdt./PT. Smg, Putusan Pengadilan
Negeri Magelang No. 18/1970/Perd)
=gugatan ditolak karena tidak berhasil membuktikan alasan-alasan gugatan perceraian
Karena penggugat, Ni Wayan Lampias,
tidak berhasil membuktikan alasan-alasan gugatan perceraiannya sebagai
mana yang ditentukan dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
1975, gugatan harus ditolak. (Putusan Mahkamah Agung No. 1036 K/Sip/1982
jo. Putusan Pengadilan Tinggi Denpasar No. 255/Pdt/1981/PTD jo. Putusan
Pengadilan Negeri Gianyar No. 75/Pts. Pdt/G/1980/PN.Gir)
=perkawinan di antara orang yang berbeda agama.
Pasal 63 (1) a Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 menyatakan bahwa apabila diperlukan campur tangan Pengadilan,
maka hal ini merupakan wewenang Pengadilan Agama menolak melaksanakan
perkawinan dengan alasan perbedaan agama, akan tetapi alasan tersebut
tidak merupakan larangan untuk melangsungkan perkawinan sebagaimana
dimaksud Pasal 8 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
- Dengan tidak diaturnya perkawinan antar agama di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan disisi lain merupakan UU produk kolonial yang mengatur hal tersebut, akan tetapi UU ini tidak mungkin dapat dipakai karena perbedaan prinsip dan falsafah. (Putusan MAhkamah Agung N0. 1400 K/Pdt/1986 jo. Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 382/PDT/P/1986/PN.JKS.PST)
- Dengan tidak diaturnya perkawinan antar agama di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan disisi lain merupakan UU produk kolonial yang mengatur hal tersebut, akan tetapi UU ini tidak mungkin dapat dipakai karena perbedaan prinsip dan falsafah. (Putusan MAhkamah Agung N0. 1400 K/Pdt/1986 jo. Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 382/PDT/P/1986/PN.JKS.PST)
=tidak memenuhi janji untuk mengawini merupakan perbuatan melawan hukum.
Tidak memenuhi perjanjian untuk
melaksanakan perkawinan merupakan pelanggaran norma kesusilaan dan
kepatuhan dalam masyarakat Perbuatan melawan Hukum. Dengan tidak
memenuhi janji untuk mengawini, tergugat asal telah melanggar norma
kesusilaan dan kepatutan dalam masyarakat.
Tuntutan Ganti Rugi yang diajukan penggugat asal terhadap semua biaya yang telah dikeluarkan selama hidup bersama itu, oleh karena tidak diperjanjikan sebelumnya, maka tuntutan itu harus ditolak. (Putusan Mahkamah Agung No. 3191 K/Pdt/1984)
Tuntutan Ganti Rugi yang diajukan penggugat asal terhadap semua biaya yang telah dikeluarkan selama hidup bersama itu, oleh karena tidak diperjanjikan sebelumnya, maka tuntutan itu harus ditolak. (Putusan Mahkamah Agung No. 3191 K/Pdt/1984)
=pada saat terjadinya perceraian harta bersama dibagi sama rata antara bekas suami-istri.
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan, harta benda yang diperoleh selama
perkawinan menjadi harta bersama, sehingga pada saat terjadinya
perceraian harta bersama tersebut harus dibagi sama rata antara bekas
suami-istri. (Putusan Mahkamah Agung No. 1448 K/Sip/1974 jo. Putusan
Pengadilan Tinggi Jakarta No. 101/1973/PT. Perdata jo. Putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 260/71 G)
=istri nusyus (ingkar, atau lari dari suami) tidak kehilangan hak mendapatkan bagian dari barang gono-gini (harta seharkat)
Menurut hukum adat, meskipun seorang
istri nusyus (ingkar, atau lari dari suami) tidaklah hilang haknya untuk
mendapatkan bagiannya dari barang-barang gono-gini (harta seharkat)
yang diperolehnya semasa perkawinan. (Putusan Mahkamah Agung No. 1476
K/Sip/1982 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Banda Aceh No. 195/1981,
jo. Putusan Pengadilan Negeri Lhoksukon No. 23/1981)
=biaya penghidupan, pendidikan dan pemeliharaan anak dibebankan kepada ayah dan ibu masing-masing 50%
Pembagian harta guna kaya antara bekas
suami-istri masing-masing 50%; Pemeliharaan anak-anaknya yang belum
dewasa diserahkan kepada si ibu; Biaya Penghidupan, pendidikan dan
pemeliharaan anak-anak tersebut, dibebankan kepada ayah dan ibu,
masing-masing 50%. (Putusan Mahkamah Agung No. 392 K/Sip/1968)
=pengertian cekcok yang terus-menerus yang tidak dapat didamaikan
Pengertian cekcok yang terus-menerus
yang tidak dapat didamaikan (onheelbarre tweespalt) bukanlah ditekankan
kepada penyebab cekcok yang harus dibuktikan, akan tetapi melihat dari
kenyataannya adalah benar terbukti adanya cekcok yang terus-menerus
sehingga tidak dapat didamaikan lagi. (Putusan Mahkamah Agung No.
3180/Pdt./1985 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Sulawesi Tengah di Palu N0.
48/Pdt./1984/PT. Palu, jo. Putusan Pengadilan Negeri Palu N0.
7/1984/Pdt.G)
=penilaian
faktor sosial – ekonomi dalam sewa-menyewa adalah wewenang Kepala
Daerah sebagai Penguasa dan harus dianggap sebagai perbuatan
kebijaksanaan Penguasa, yang Pengadilan tak berwenang untuk menilainya
Hal perbuatan melanggar hukum oleh
Penguasa, harus dinilai dengan Undang-undang dan Peraturan-peraturan
formil yang berlaku dan selain itu dengan kepatutan dalam masyarakat
yang seharusnya dipatuhi oleh Penguasa. Penilaian faktor sosial –
ekonomi dalam sewa-menyewa adalah wewenang Kepala Daerah sebagai
Penguasa dan harus dianggap sebagai perbuatan kebijaksanaan Penguasa,
yang Pengadilan tak berwenang untuk menilainya, kecuali kalau wewenang
tersebut dilaksanakan dengan melanggar Undang-undang dan
Peraturan-peraturan formil yang berlaku atau melewati batas kepatutan
dalam masyarakat yang harus dipatuhi oleh Penguasa. (Putusan Mahkamah
Agung tertanggal 20 Januari 1971 Nomor 838 K/Sip/1970, dalam perkara
antara: 1. Pemerintah Daerah Ibu Kota Jakarta Raya qq Gubernur Kepala
Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta qq Kepala Dinas Perumahan D.K.I. Jakarta;
2. Ali Husain Tajibally. Iawan W. Josopandojo. Susunan Majelis : 1.
Prof. R. Subekti S.H. 2. Busthanul Arifin S.H. 3. Sri Widojati Wiratmo
Soekito S.H.)
=soal kepada siapa Kota Pradja
akan memberikan tanah milik Kota Pradja untuk dipakai, adalah masalah
pemanfaatan; dan kebijaksanaan Kota Pradja, yang mengenai hal ini Hakim
tidak wenang campur tangan.
Soal kepada siapa Kota Pradja akan
memberikan tanah milik Kota Pradja untuk dipakai, adalah masalah
pemanfaatan; dan kebijaksanaan Kota Pradja, yang mengenai hal ini Hakim
tidak wenang campur tangan. (Putusan Mahkamah Agung tertanggal 18 Mei
1960 Nomor 157 K/Sip/1960, dalam perkara antara: Lebanus Tambunan lawan
Anting Batubara dan Wali Kota Pematang Siantar. Susunan Majelis : 1. R.
Wirjono Prodjodikoro S.H. 2. R. Subekti S.H. 3. R. Wirjono Kusumo S.H.)
=pembatalan surat izin
Perusahaan yang dikeluarkan oleh Gubernur adalah wewenang Peradilan Tata
Usaha Negara dan tidaklah tepat bila dilakukan oleh Pengadilan Negeri
Pembatalan surat izin Perusahaan yang
dikeluarkan oleh Gubernur adalah wewenang Peradilan Tata Usaha Negara
dan tidaklah tepat bila dilakukan oleh Pengadilan Negeri. (Putusan
Mahkamah Agung Nomor 232 K/Sip/1968, dalam perkara antara: Said bin
Mohamad Baloewel lawan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta
Raya. Susunan Majelis : 1. Prof. R. Subekti S.H. 2. Indroharto S.H. 3.
Sardjono S.H.)
=Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk menilai tindakan Pemerintah Daerah mengenai tanah yang berada di bawah pengawasannya
Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk
menilai tindakan Pemerintah Daerah mengenai tanah yang berada di bawah
pengawasannya, kecuali kalau dengan tindakan itu Pemerintah Daerah
melanggar peraturan hukum yang berlaku atau melampaui batas-batas
wewenangnya. (Putusan Mahkamah Agung tertanggal 4 Maret 1970 Nomor 319
K/Sip/1968, dalam perkara antara: Bok Kromoredjo lawan
Djopawiro. Susunan Majelis : 1. Prof. R. Subekti S.H. 2. Z. Asikin
Kusumah Atmadja S.H. 3. D.H. Lumbanradja S.H.)
=gugatan penyewa kios terhadap Wali Kota untuk mendapatkan ruangan Kios dapat diterima.
Pertimbangan Pengadilan Tinggi yang
dibenarkan oleh Mahkamah Agung: Seorang penyewa kios dalam pasar lama
Pontianak yang berhubung dengan pernbangunan pasar oleh Kota Madya
dipindahkan sementara ke tempat penampungan dengan janji akan mendapat
prioritas sewa kios bila pasar telah selesai dibangun, yang menggugat
Wali Kota untuk mendapatkan ruangan Kios dalam pasar baru
tersebut; gugatannya dapat diterima. (i.c. oleh Pengadilan Negeri
gugatan dinyatakan tidak dapat diterima karena dianggap bahwa yang
digugat adalah masalah beleid/ kebijaksanaan dari pada Pemerintah).
(Putusan Mahkamah Agung tertanggal 12 Desember 1973 Nomor 709
K/Sip/1973, dalam perkara antara: S. Masjhor S.H. lawan Tiono Walikota
Kepala Daerah Kotamadya Pontianak. Susunan Majelis : 1. Prof. R. Subekti
S.H. 2. Indroharto S.H. 3. D.H. Lumbanradja S.H.)
=Pengadilan Negeri berwenang mengadili tuntutan
mengenai pelaksanaan hak perdata pribadi (subjectief privaatrecht)
walaupun hak itu bersumber pada peraturan yang bersifat hukum publik.
Tuntutan mengenai pelaksanaan hak
perdata pribadi (subjectief privaatrecht) Pengadilan Negeri wenang
mengadilinya, walaupun hak itu bersumber pada peraturan yang bersifat
hukum publik. (i.c. Penggugat-penggugat asli menuntut agar mereka
sebagai akhli waris dari pada mendiang Oei Ek Khong, disahkan sebagai
penyewa untuk selama ini dan seterusnya atas petak toko Nomor 1. milik
Kota Pradja Padang). Pemakaian toko yang didasarkan pada izin Kota
Pradja Padang berdasarkan “Padangsche Pasar-Verordening”, tidak dapat
secara diam-diam menjelma menjadi perjanjian sewa-menyewa keperdataan
menurut B.W. (Putusan Mahkamah Agung tertanggal 14 Mei 1960 Nomor 115
K/Sip/1960, dalam perkara antara: Pemerintah Daerah Kota Padang (Kota
Pradja Padang) lawan Jap Soei Nio dkk. Susunan Majelis : 1. R. Wirjono
Prodjodikoro S.H. 2. R. Soekardono S.H. 3. R. Wirjono Kusumo S.H.)
=Dalam hal tanah/rumah erfpacht –
verponding sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria dijual oleh
pemiliknya, tetapi belum sampai dibalik atas nama pembeli, maka dengan
berlakunya UU Pokok Agraria statusnya menjadi tanah Negara.
Dalam hal tanah/rumah erfpacht –
verponding sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria dijual oleh
pemiliknya dengan akte notaris, tetapi belum sampai dibalik atas nama
pembeli, berarti penjual telah melepaskan haknya atas Tanah/rumah
tersebut; maka dengan berlakunya UU Pokok Agraria statusnya menjadi
tanah Negara, sehingga pemberian tanah tersebut sebagai hak pakai oleh
Pemerintah kepada tergugat tidak merupakan perbuatan melawan hukum.
(Putusan Mahkamah Agung tertanggal 4 Juli 1974 Nomor 635 K/Sip/1973,
dalam perkara antara: 1. Pemerintah Republik Indonesia, diwakili oleh
Menteri Dalam Negeri, qq Direktur Jenderal Agraria, qq Gubernur Kepala
Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Kepala Inspeksi Agraria D.K.I. Jakarta
dan Kepala Pendaftaran dan Pengawasan Pendaftaran Tanah D.K.I.) 2.
Kedutaan Besar Amerika Serikat lawan Bebasa Daeng Lab S.H. Susunan
Majelis : 1. Dr. R. Santosa Poedjosoebroto S.H. 2. R.Z. Asikin Kusumah
Atmadja S.H. 3. D.H. Lumbanradja S.H.)
=Karena soal penunjukan
kios-kios termasuk wewenang Dinas Perusahaan Pasar Kota Madya Medan,
perbuatan menyerahkan kios Nomor 354 terperkara kepada tergugat asal III
tidak dapat dianggap merupakan perbuatan yang melanggar hukum.
Karena soal penunjukan kios-kios adalah
termasuk wewenang penggugat untuk kasasi I/tergugat asal I (Dinas
Perusahaan Pasar Kota Madya Medan), perbuatan penggugat untuk kasasi I
tersebut (menyerahkan kios Nomor 354 terperkara kepada tergugat asal III
tidak dapat dianggap merupakan perbuatan yang melanggar hukum.
(Putusan Mahkamah Agung tertanggal 20 April 1976 Nomor 520 K/Sip/1973,
dalam perkara antara: Dinas Perusahaan Pasar Kotamadya Medan dkk lawan
Sjamsuddin alias Tjok Thiem Song. Susunan Majelis : 1. D.H. Lumbanradja
S.H. 2. Busthanul Arifin S.H. 3. R. Saldiman Wirjatmo S.H.)
=Karena pembatalan SIP oleh
Kepala KUP dilakukan berdasarkan wewenang yang diberikan kepadanya oleh
Peraturan pemerintah Nomor 49 tahun 1963, tidakIah terbukti bahwa
tergugat telah melakukan perbuatan yang melawan hukum
Karena pembatalan S.I.P. oleh tergugat
II (Kepala K.U.P.) dilakukan berdasarkan wewenang yang diberikan
kepadanya oleh P.P. Nomor 49 tahun 1963, tidakIah terbukti bahwa
tergugat telah melakukan perbuatan yang melawan hukum. (Putusan Mahkamah
Agung tertanggal 9 November 1976 Nomor 1477 K/Sip/1975, dalam perkara
antara: Eddy Hans lawan 1. Walikota Kepala Daerah Kotamadya Surabaya, 2.
Kepala Kantor Urusan Perumahan Surabaya, 3. Mohamad bin Oemar bin Moh.
Badrahim Balmeid. Susunan Majelis : 1. R. Saldiman Wirjatmo SH. 2.
Hendrotomo SH. 3. Sri Widojati Wiratmo Soekito SH.)
=mencabut kembali surat keputusan yang keliru adalah sah dan tidak melawan hukum.
Surat keputusan Kepala Kantor Urusan
Agama Propinsi yang mencabut kembali surat keputusan yang keliru tentang
pengangkatan penggugat sebagai pegawai P.3. N.T.R. adalah sah dan tidak
melawan hukum. (Putusan Mahkamah Agung tertanggal 27 Januari 1976
Nomor 643 K/Sip/1973, dalam perkara antara: Haji Ali Baderun bin
Abdullah lawan Pemerintah Republik Indonesia qq. Perwakilan Departemen
Agama qq. Jawatan Utusan Agama Propinsi Kalimantan Selatan/Pimpinannya
Sumbono alias Solichun. Susunan Majelis : 1. R. Saldiman Wirjatmo SH.
2. Sri Widojati Wiratmo Soekito SH. 3. R.Z. Asikin Kusumah Atmadja SH.)
=putusan Wali Kota Kodya yang didasarkan atas suatu protes yang tidak berdasar
Pertimbangan Pengadilan Tinggi yang
dibenarkan Mahkamah Agung: Perbuatan Wali Kota Kodya Bandung yang
menjatuhkan putusan dalam taraf banding yang didasarkan atas suatu
protes yang tidak berdasar, adalah bertentangan dengan hukum maka adalah
tidak sah. (putusan tersebut berisi pembatalan SIM; putusan dijatuhkan
atas protes yang diajukan oleh orang yang bukan pemilik dari rumah yang
bersangkutan). (Putusan Mahkamah Agung tertanggal 19 Agustus 1975 Nomor
312 K/Sip/1974, dalam perkara antara: M. Achsan lawan M. Balnadi
Sutadipura dan 1. Walikota Kepala Daerah Kotamadya Bandung, dalam
kedudukannya selaku Kepala Daerah Kotamadya Bandung di Bandung;
dkk. Susunan Majelis :1. D.H. Lumbanradja S.H. 2. R. Saldiman Wirjatmo
S.H. 3. Indroharto S.H.)
=pencabutan sertifikat hak milik berdasarkan putusan pengadilan yang belum berkekuatan hukum tetap adalah batal demi hukum.
Keputusan Direktur Jenderal Agraria yang
berisi pencabutan sertifikat hak milik berdasarkan suatu keputusan
pengadilan yang belum mempunyai kekuatan pasti dan tidak mempunyai
kekuatan eksekutorial, adalah batal demi hukum. Mahkamah Agung berwenang
mempertimbangkan hal ini, karena untuk menilai sah tidaknya keputusan
Direktur Jenderal Agraria tersebut harus dinilai Iebih dulu keputusan
Pengadilan ini. (Putusan Mahkamah Agung tertanggal 20 Oktober 1976
Nomor 1080 K/Sip/1973, dalam Perkara Ny. Masropah lawan Amin Widjaya
dan Negara Republik Indonesia, qq Pemerintah R.I. qq. Menteri Dalam
Negeri, qq Direktur Jenderal Agraria. Susunan Majelis : 1. BRM.
Hanindyopoetro Sosropranoto SH. 2. R.Z. Asikin Kusumah Atmadja SH. 3.
Palti Radja Siregar SH.)
=pengetahuan saksi yang hanya didengarnya dari orang lain tidak merupakan alat pembuktian yang sah
Pengetahuan saksi-saksi yang hanya
didengarnya dari orang lain tidak perlu dipertimbangkan oleh Pengadilan,
sehingga keterangan-keterangan seperti itu tidak merupakan alat
pembuktian yang sah. (Nomor 803 K/Sip/1970 tertanggal 5 Mei 1971)
=Akta Jual Beli di bawah tangan yang disangkal oleh pihak lawan
Akta Jual Beli di bawah tangan yang
disangkal oleh pihak lawan dan tidak dikuatkan dengan alat bukti
lainnya, harus dianggap sebagai alat bukti yang lemah. (No. 775
K/Sip/1971 tanggal 6 Oktober 1971 tanggal 6 Oktober 1971)
=Pengadilan Tinggi terlalu formalistis dalam memutus
PT telah berlaku terlalu formil dengan
menyatakan gugatan tidak dapat diterima, hanya karena Penggugat minta
supaya tanah terperkara disahkan menjadi “miliknya” sedangkan Penggugat
mendasarkan gugatannya pada Hak Guna Usaha. Karena walaupun petitum
menyebut milik, tetapi yang dimaksud adalah tanah dalam Hak Guna Usaha.
(Putusan Mahkamah Agung No.1360 K/Sip/P…)
=putusan juga berlaku terhadap seseorang yang kemudian mendapat hak dari pihak yang kalah
Suatu putusan Pengadilan Negeri tidak
hanya ada kekuatan terhadap pihak yang kalah, melainkan juga terhadap
seorang yang kemudian mendapat hak dari pihak yang kalah tadi
(Rechtverkrijgende). (Putusan Mahkamah Agung No. 212 K/Sip/1953
tanggal 9 Nopember 1955)
=pihak yang digugat dalam gugatan
Gugatan cukup ditujukan kepada yang
secara feitelijk menguasai barang-barang sengketa. (Putusan Mahkamah
Agung No.1072 K/Sip/1982)
=pihak yang digugat dalam kasus tuntutan pengembalian barang warisan
Tuntutan Pengembalian barang warisan
dari tangan pihak ketiga kepada para ahli waris yang berhak tidak perlu
diajukan oleh semua ahli waris. (Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 224
K/Sip/1959 tertanggal 5 Januari 1959 juncto Nomor 439 K/Sip/1968
tertanggal 8 Januari 1969 juncto Nomor 182 K/Sip/1970 tanggal 10 Maret
1971)
=gugatan dalam kasus melawan hukum menduduki tanah warisan
Tuntutan yang diajukan oleh sebagian
ahli waris terhadap seseorang yang dengan melawan hukum menduduki tanah
warisan, tidak dapat ditahan oleh ahli waris lainnya. (Putusan Mahkamah
Agung RI No. 161 K/Sip/1959 tanggal 20 Juni 1959)
=penguasaan saja terhadap tanah sengketa
Penguasaan saja terhadap tanah sengketa
tanpa bukti adanya alas Hak (Rechts Titel) dari penguasaan itu belumlah
membuktikan bahwa yang bersangkutan adalah pemilik tanah tersebut.
(Putusan Mahkamah Agung Nomor 10 K/Sip/1983 tertanggal 7 Mei 1984.
=lewatnya waktu dalam hukum adat
Dalam Hukum Adat dengan lewatnya waktu
saja Hak Milik Adat Tanah tidak hapus. (Putusan Mahkamah Agung Nomor 916
K/Sip/1973 tanggal 19 Desember 1972)
=kesalahan formal mengenai pihak yang harus digugat
Gugatan dinyatakan tidak dapat diterima
karena terdapat kesalahan formil mengenai pihak yang harus digugat
sehingga gugatannya tidak sempurna /tidak lengkap. (Putusan Mahkamah
Agung Nomor 1424 K/Sip/1975 tanggal 8 Juni 1976)
=Gugatan yang tidak lengkap
Gugatan yang tidak lengkap harus
dinyatakan tidak dapat diterima. (Putusan Mahkamah Agung Nomor 378
K/Pdt/1985 tertanggal 11 Maret 1986 dan Putusan Pengadilan Tinggi
Bandung No. 167/1970/Perd/PTB tertanggal 27 Oktober …)
=Kuasa mutlak
Suatu Perjanjian yang menyangkut tanah
dan Kuasa Mutlak adalah suatu hal yang tidak diperbolehkan dalam
kegiatan transaksi Jual Beli tanah yang sifatnya tunai, karena
bertentangan dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun
1982 Tentang Larangan Pemberian Kuasa Mutlak Untuk Menjual. (Putusan
Mahkamah Agung R.I No. 1991 K/Pdt/1994 tertanggal 20 Mei 1996)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar